Senin, 30 Oktober 2023

Optimalisasi Peran Humas Kejaksaan RI Dalam Rangka Membangun Komunikasi Publik, Ketut : 'Komunikasi Publik Bagian Dari Strategi Branding Institusi'


JAKARTA, MM - Bertempat di Hotel Mercure, Gatot Subroto, Jakarta, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Dr. Ketut Sumedana memberikan sambutan sekaligus membuka acara Focus Group Discussion dengan tema “Optimalisasi Peran Humas Kejaksaan RI dalam rangka Membangun Komunikasi Publik”. (30/10/2023).

Dalam sambutannya, Kapuspenkum menyampaikan bahwa," Puspenkum itu tidak hanya bicara seputar pers rilis, doorstop, dan press conference. Lebih dari itu, Puspenkum harus dapat membangun narasi dan opini dalam penerapan strategi komunikasi yang positif. Penerapan strategi tersebut guna membangun kepercayaan dan harapan masyarakat kepada institusi Kejaksaan," ucap Ketut.

Selanjutnya, Kapuspenkum mengatakan bahwa,"Kejaksaan harus beradaptasi dengan kebutuhan masyarakat dalam memperoleh informasi, terutama di era transformasi digital saat ini. Berdasarkan penelitian, sebanyak 60% masyarakat disuguhkan dengan komunikasi yang bersifat virtual, sedangkan komunikasi langsung hanya diterima masyarakat sebanyak 40%," sambung Sumedana.

Oleh karenanya, Kapuspenkum menyampaikan bahwa platform media sosial dapat dimanfaatkan guna memudahkan akses bagi masyarakat dan media massa dalam memperoleh informasi. Maka dari itu, Kejaksaan harus beradaptasi dengan kebutuhan informasi masyarakat dengan baik dan bijak.

“Untuk membangun komunikasi di era sekarang, kita harus mengoptimalkan transparansi dan memanfaatkan transformasi digital, sehingga masyarakat dapat mengetahui seluruh kinerja yang telah kita lakukan,” ujar Kapuspenkum.

Kebutuhan informasi di era VUCA adalah keniscayaan. Menyikapi hal itu, Kapuspenkum menyampaikan bahwa membangun kepercayaan melalui publikasi informasi adalah yang utama. 

"Hal yang terpenting adalah konektivitas dari tiap-tiap bidang di Kejaksaan untuk menyediakan informasi yang valid setiap hari sebagai bagian dari kinerja kejaksaan yang akan dipublikasi," ungkapnya.

Kemudian, Kapuspenkum menuturkan bahwa keberhasilan komunikasi publik tidak lepas dari networking yang harus dibangun baik secara kelembagaan maupun masyarakat. Merujuk kepada hal tersebut, Kapuspenkum beranggapan keberhasilan di masa yang akan datang sangat tergantung pada siapa saja relasi yang kita miliki.

“Kita harus percaya dengan objektivitas/transparansi dan kemudahan-kemudahan akses yang kita bangun, akan menciptakan komunikasi publik yang mudah, cepat dan masif. Dengan begitu kita akan meraih kepercayaan publik yang tinggi, sehingga akan berimbas pada laporan dan pengaduan masyarakat akan semakin masif,” tandas Kapuspenkum, Ketut Sumedana.

Acara Focus Group Discussion dengan tema “Optimalisasi Peran Humas Kejaksaan RI dalam rangka Membangun Komunikasi Publik” menghadirkan narasumber yang kompeten dalam Public Relation antara lain Prof. Dr Widodo Muktiyo (Staf Ahli Menkominfo Bidang Komunikasi dan Media Massa), Aiman Witjaksono (Jurnalis), Effendi Gazali (Pakar Komunikasi) dan Yanuar Ahmad (Asisten Deputi Transformasi Digital pada Kementerian PAN-RB). 

Kegiatan ini diikuti secara virtual oleh Asisten Intelijen, Kepala Seksi Intelijen, Kepala Seksi Penerangan Hukum dan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri di seluruh Indonesia.

(Irfan) MM

Minggu, 29 Oktober 2023

Seminar Nasional Refleksi HSN 2023, Menteri PANRB Sampaikan Pentingnya Penguasaan Teknologi Informasi Hingga Bijak Bermedsos


SURABAYA, MM - Penguasaan teknologi diperlukan di era digital yang terus berkembang saat ini. Pada tahun 2030, diproyeksikan sekitar 800 juta pekerja diganti dengan robot akibat dari revolusi digital. Hal ini menjadi tantangan bagi generasi muda, termasuk santri untuk terus menggali potensi, kreativitas, dan ide-ide cemerlangnya.

Di sisi lain, tantangan ketenagakerjaan lain yang muncul adalah 800 juta manusia akan kehilangan pekerjaan karena Revolusi Industri 4.0. Menurut ILO, efek pandemi Covid-19 lalu juga sudah menghilangkan 195 juta lapangan pekerjaan.

"Melihat berbagai tantangan yang ada, pesantren yang telah berpengalaman mencetak ribuan cendikiawan agama perlu untuk mempersiapkan para santri, sebagai pilar peradaban agama, dengan enam kecerdasan," kata Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Abdullah Azwar Anas saat menjadi narasumber pada Seminar Nasional Refleksi Hari Santi Nasional 2023 yang diadakan oleh Ikatan Alumni Annuqayah (IAA) di Surabaya, Minggu (29/10/2023).

Menteri Anas menyebut enam kecerdasan tersebut yaitu kecerdasan teknologi, kecerdasan sosial dan emosional, kecerdasan kontekstual, kecerdasan moral, kecerdasan inteligen, serta kecerdasan transformasional inteligen. Selain enam kecerdasan tersebut, para santri juga harus dibekali dengan skill seperti kreativitas, teknologi, komunikasi, serta manajemen dan kepemimpinan untuk menghadapi tantangan global ke depan.

Presiden Joko Widodo beberapa hari lalu menyebutkan bahwa santri adalah  pilar kekuatan bangsa, pondasi kekokohan bangsa dan sudah terbukti sejak zaman perjuangan kemerdekaan. Banyaknya jumlah santri dan pesantren di Indonesia menjadi sebuah kekuatan besar penentu masa depan bangsa, penentu lompatan kemajuan bangsa juga penentu keberhasilan cita-cita bangsa. Maka dari itu, santri memegang peranan penting dan memegang tongkat estafet untuk Indonesia di masa depan.

Lebih lanjut Anas menyampaikan bahwa manusia menjadi kunci utama yang menggerakan perubahan. Manusia memerlukan kreativitas dan inovasi dalam perspektif spiritualitasnya. Pertama, sebagai khalifah Allah yang dianugerahi akal dan ilmu pengetahuan yang menjadi modal dalam berinovasi dan berkreasi. Kedua, di antara fitrah manusia adalah fitrah intelektual atau aqliyah yaitu memahami dan mempelajari hal baru, termasuk tidak ingin berada di zona nyaman untuk berpikir kreatif dan inovatif, mempelajari hal baru, dan diimplementasikan ke fungsi pembelajaran di pesantren.

"Sebagai contoh, seorang pendidik yang ingin belajar akan selalu berinovasi dan hasil kerjanya pun akan berbeda dengan pendidik yang terjebak zona nyaman. Sehingga, penguasaan teknologi dan inovasi kini menjadi sebuah keharusan. Jika tidak berinovasi, kita akan tertinggal. Maka dari itu, kita perlu mendorong agar santri menjadi lebih inovatif dalam membangun masa depan," ujar salah satu alumni Pesantren Annuqayah ini.

Pada seminar nasional dengan tema 'Tantangan Pondok Pesantren dalam Menghadapi Era Digital 5.0' tersebut Anas juga mengingatkan para santri untuk bijak menggunakan media sosial. Generasi muda yang notabene aktif di media sosial cenderung mudah terpapar paham radikalisme sebagaimana hasil dari survei BNPT di tahun 2020. Generasi milenial (85%) menjadi entitas yang paling rentan terpapar radikalisme.

Pada tahun 2022, pengguna media sosial Indonesia melonjak menjadi 191 juta orang. Angka ini naik 20 juta dibanding tahun sebelumnya. Platform WhatsApp, Instagram, dan Facebook masih memimpin sebagai platform yang paling banyak digunakan oleh masyarakat.

Sebanyak 88.7% masyarakat menggunakan internet untuk mencari informasi, yang mayoritas berada di wilayah urban. Secara rata-rata, masyarakat menghabiskan waktu 8 jam 36 menit perhari untuk berinternet, di mana 3 jam 17 menitnya dihabiskan untuk media sosial. Angka ini jauh lebih tinggi dibanding waktu membaca media cetak dan online yang hanya 1 jam 47 menit.

Isu sosial dan propaganda di kalangan generasi muda mulai menjadi perbincangan. Sebanyak 3.400 generasi muda di negara barat berhasil direkrut ISIS melalui media sosial. Dari jumlah tersebut, seperenamnya adalah perempuan.

"Oleh karena itu, anak muda harus diajak kembali kepada nilai-nilai keagamaan agar terhindar dari radikalisme dan dapat membangun bangsa yang maju. Propaganda radikalisme biasanya meliputi penyebaran paham radikal, proganda, khilafah, hijrah, dan sebagainya," pungkasnya. 

(Aldon) MM

Jumat, 27 Oktober 2023

Tingkatkan Efektivitas Pelaksanaan Pengawasan Perdagangan, Ditjen PKTN Gelar Bimtek Bagi PPTN Dan PPNS-DAG di Bekasi


BEKASI,  MM –Kementerian  Perdagangan  melalui  Direktorat  Jenderal  Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (Ditjen PKTN) menggelar bimbingan teknis (bimtek) bagi Petugas Pengawas Tertib Niaga  (PPTN)  dan Penyidik Pegawai Negeri  Sipil  Perdagangan  (PPNS-DAG). (27/10/2023).

Kegiatan  bimtek  ini bertujuan untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan pengawasan di bidang perdagangan. Demikian disampaikan  Direktur  Jenderal  PKTN  Moga  Simatupang  saat  membuka  kegiatan  tersebut  di  Hotel Santika Premiere Kota Harapan Indah, Bekasi, Jawa Barat pada Rabu, (25/10/2023).

“Kementerian Perdagangan senantiasa mendukung upaya peningkatan kompetensi petugas pengawas sesuai amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan. Penyelenggaraan bimtek PPTN   dan   PPNS-DAG   ini   diharapkan   dapat   meningkatkan   efektivitas   pelaksanaan   pengawasan perdagangan,” ujar Moga.

Moga  menyatakan,  terdapat  berbagai  materi  seputar  pengawasan  dan  penegakan  hukum  di  bidang perdagangan  pada  bimtek  PPTN  dan  PNS-DAG.  Makakapasitas,  kompetensi,  dan  pengetahuan  bagi para petugas pengawas dalam hal pelaksanaan pengawasan kegiatan perdagangan diharapkan dapat bertambah.

"Tidak  hanya  itu," sambungnya," Legiatan  bimtek  ini  juga  diharapkan  dapat  memberikan  dampak  positif pada  peningkatan  kepatuhan  pelaku  usaha  terhadap  ketentuan  yang  berlaku  dan  perlindungan terhadap konsumen di Indonesia."

Moga  menuturkan,  petugas  pengawas  pusat  maupun  daerah  harus  memperhatikan  pembagian kewenangan.  
 
"Pembagian   kewenangan   yang   dimaksud   adalah   pembagian   kewenangan   dalam melaksanakan  kegiatan  pengawasan  sesuai  Peraturan  Presiden  Nomor  29  Tahun  2021  tentang Penyelenggaraan Bidang Perdagangan. Hal tersebut bertujuan agar pengawasan dapat berjalan secara optimal," tuturnya.

Lebih  lanjut,  Moga  menjelaskan,  petugas  pengawas  melakukan  pengawasan  kegiatan  perdagangan. Pengawasan dilakukan terhadap keabsahan dan kesesuaian legalitas yang dimiliki pelaku usaha dengan ketentuan  perundang-undangan  yang  berlaku.

"Contohnya,  legalitas  perizinan  berusaha. Legalitas perizinan  berusaha  meliputi  perizinan  perdagangan  dalam  negeri  dan  perizinan  perdagangan  luar negeri selain tata niaga impor post border," jelasnya.

“Perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE), tanda daftar gudang (TDG), distribusi barang dan/atau jasa,  serta  penyimpanan  barang  kebutuhan  pokok  dan  penting  juga  tidak  luput  dari  pengawasan kegiatan   perdagangan. Untuk   itu,   penting   bagi   petugas   pengawas   memiliki   kompetensi   dan pengetahuan  yang  mumpuni  dalam  rangka  mendukung  pelaksanaan  pengawasan  berjalan  dengan baik,” papar Moga.

Menurut  data  yang  dihimpun  Kementerian  Perdagangan,  terdapat  430  orang  yang  telah  mengikuti bimtek  PPTN,  PPNS-DAG,  dan  bimtek  pengawasan  kegiatan  perdagangan  sampai  Oktober  2023. Adapun rinciannya, terdapat 182 orang yang telah mengikuti bimtek PPTN, 51 orang telah mengikuti bimtek PPNS-DAG, dan 197 orang lainnya telah mengikuti bimtek pengawasan kegiatan perdagangan dengan Pusat Pendidikan dan Pelatihan Aparatur Perdagangan.

(Irma) MM

Kamis, 26 Oktober 2023

Kemenkumham Usulkan Revisi PP No.28 Th 2019, Zaenal : Kemenkeu Dukung Usul Kemenkumham Soal Kenaikan Tarif PNBP


JAKARTA, MM - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) telah mengusulkan revisi atas Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2019 tentang Jenis dan Tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) pada Kementerian Hukum dan HAM. Perubahan jenis dan tarif ini meliputi simplifikasi tarif, jenis tarif baru, penurunan tarif, perubahan nomenklatur, penghapusan tarif, dan penyesuaian tarif. Lalu apa pertimbangannya sehingga perlu dilakukan penyesuaian tarif PNBP?

Kepala Seksi Potensi, Penerimaan, dan Pengawasan K/L IID Kementerian Keuangan, Zaenal Mustopa Pauzi, mendukung usulan ini sebagai upaya peningkatan pelayanan dan optimalisasi potensi PNBP, mengingat teknologi yang kian berkembang cepat.

Menurut Zaenal setidaknya terdapat empat alasan utama mengapa perlu dilakukannya penyesuaian tarif PNBP pada layanan publik Kemenkumham. Alasan pertama yakni telah dilakukan upaya simplifikasi jenis dan tarif PNBP Kemenkumham.

“Upaya ini berupa dihapuskannya layanan yang diberikan secara manual karena seluruh layanan telah dilakukan secara online, serta simplifikasi layanan jasa tahunan pemeliharaan paten dan paten sederhana dengan menggabungkan tarif pada Direktorat Jenderal (Ditjen) Kekayaan Intelektual,” kata Zaenal di Hotel Mercure Jakarta Gatot Subroto, Kamis (26/10/2023) siang.

Kemudian digabungkannya jenis layanan pada tarif yang sama dan dihapuskannya layanan yang tidak pernah ada realisasinya, sepanjang bukan merupakan amanah peraturan perundang-undangan, seperti misalnya pemberitahuan gadai saham perseroan terbatas pada Ditjen Administrasi Hukum Umum.

Pegaturan jenis dan tarif PNBP pada layanan kesehatan warga binaan juga mengacu kepada peraturan kepala daerah setempat tentang tarif RSUD dengan tipe kelas yang sama, sehingga tidak diatur dalam lampiran revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2019 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP di Kementerian Hukum dan HAM. Kemudian juga dilakukan penyesuaian nomenklatur jenis layanan pada PNBP kegiatan pembinaan kemandirian warga binaan pemasyarakatan (WBP).

Kedua, lanjut Zaenal, terdapatnya perubahan format pengaturan jenis dan tarif PNBP pada pelayanan keimigrasian, yang semula dilatarbelakangi oleh nomenklatur jenis PNBP berdasarkan kebijakan, seperti halnya visa kunjungan dalam rangka wisata, prainvestasi, rumah kedua, dll. Sehingga ketika ada kebijakan baru tidak bisa diakomodir karena jenisnya tidak ada.

“Usulan saat ini, nomenklatur jenis berdasarkan produk keimigrasian dibuat agar lebih fleksibel dalam implementasinya. Misalnya visa dan izin tinggal sesuai waktu, seperti visa kunjungan paling lama 7, 14, 30, 60, 90, atau 180 hari. Ketentuan teknis mengenai jenis layanan ini nantinya dapat digunakan oleh siapa saja dan akan diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia,” ucapnya.

“Alasan berikutnya adalah terdapatnya beberapa usulan jenis dan tarif baru dalam revisi PP Nomor 28 Tahun 2019 untuk mengakomodir kebutuhan pengguna layanan atau amanat peraturan perundang-undangan terkait. Contohnya adalah paspor dengan masa berlaku 10 tahun, serta short term visa dengan 7 atau 14 hari,” jelasnya dalam kegiatan Uji Publik Revisi Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2019 tentang Jenis dan Tarif atas jenis PNBP pada Kementerian Hukum dan HAM.

Terakhir, revisi PP Nomor 28 Tahun 2019 juga mengatur kembali jenis dan tarif PNBP yang telah diatur dalam beberapa Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Kebutuhan Mendesak, yaitu PMK Nomor 49 Tahun 2021, PMK Nomor 67 Tahun 2021, PMK Nomor 9 Tahun 2022, PMK Nomor 101 Tahun 2022, dan PMK Nomor 82 Tahun 2023. 

(Tedy/Zeqi) MM

Senin, 23 Oktober 2023

Terima PPM Berikut Hasil Kajian, Ketua MPR : Terindikasi Inkonsistensi Dan Kontradiksi, Desakan Amandemen Ke-5 Semakin Kuat


JAKARTA, MM - Ketua MPR RI sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo menerima hasil kajian dari Pemuda Panca Marga (PPM) yang menilai bahwa setelah empat kali amandemen, telah melahirkan sebuah 'konstitusi baru' yang oleh PPM dan banyak kalangan lain disebut sebagai UUD Tahun 2002. 'Konstitusi baru' tersebut tidak lagi berdasarkan nilai-nilai Pancasila, karena ditemukan inkonsistensi, kontradiksi, dan ketidakselarasan antar pasal dan antar ayat.(23/10/2023).

Sebelumnya aspirasi yang sama juga telah disampaikan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD-RI), FKPPI, Pemuda Pancasila, Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI), Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Persatuan Purnawirawan dan Warakawuri TNI dan Polri (Pepabri), Persatuan Purnawirawan TNI Angkatan Darat (PPAD), Forum Komunikasi (FOKO) Purnawirawan TNI/Polri serta Wapres RI ke-6 Try Sutrisno dan dukungan sekitar 7.841 lembaga swadaya masyarakat yang tersebar di tanah air secara tertulis tahun 2011 melalui ke DPD RI .

Bahkan Guru Besar Ilmu Filsafat UGM Prof. Kaelan pernah mengungkapkan ada sekitar 97 persen pasal yang diubah dalam empat kali amandemen tersebut. Kajian lain mengungkapkan, jumlah ayat dalam konstitusi setelah empat kali amandemen bertambah sekitar tiga kali lipat. Secara kualitatif, perubahan yang dilakukan dalam empat kali amandemen sangat banyak dan mendasar.

"Tidak heran jika PPM dan berbagai organisasi kemasyarakatan lainnya seperti FKPPI, Pemuda Pancasila, bahkan juga DPD RI, mengusulkan agar MPR RI segera menyelenggarakan sidang paripurna agar konstitusi dikembalikan kepada naskah sesungguhnya yang ditetapkan pada 18 Agustus 1945, untuk kemudian disempurnakan melalui addendum. Sehingga tidak menghilangkan naskah original yang dibuat oleh para pendiri bangsa," ujar Bamsoet usai menerima pengurus PPM, di Jakarta (23/10/23).

Pengurus PPM yang hadir antara lain, Ketua Umum Berto Izaak Doko, Sekretaris Jenderal Delwan Noer, Wamtimpus Suryo Susilo, Ketua Keanggotaan dan Kaderisasi Arthur Lumban Raja, serta Wasekjen Randi Putomo.

Ketua DPR RI ke-20 dan mantan Ketua Komisi III DPR RI bidang Hukum, HAM, dan Keamanan ini menjelaskan, hasil kajian PPM juga menekankan pentingnya mengembalikan kedudukan MPR RI sebagai lembaga tertinggi negara. Sebagaimana juga sudah diusulkan berbagai organisasi sosial kemasyarakatan lainnya.

PPM juga menekankan pentingnya mengembalikan kewenangan subjektif superlatif MPR RI melalui Tap MPR RI, seperti halnya presiden yang memiliki kewenangan Perppu manakala terjadi kedaruratan atau kegentingan memaksa. Keberadaan TAP MPR RI bisa menjadi pintu darurat konstitusi sekaligus solusi dalam mengatasi berbagai persoalan negara tatkala dihadapkan pada situasi kebuntuan konstitusi, kebuntuan politik antar lembaga negara atau antar cabang kekuasaan hingga kondisi kedaruratan Kahar Fiskal dalam skala besar.

"Misalnya, ketika terjadi kebuntuan politik antara lembaga kepresidenan dengan lembaga DPR RI, kebuntuan politik antara pemerintah dan DPR RI dengan lembaga Mahkamah Konstitusi (MK) serta jika terjadi sengketa kewenangan lembaga negara yang melibatkan MK. Mengingat sesuai asas peradilan yang berlaku universal, hakim tidak dapat menjadi hakim bagi dirinya sendiri, maka MK tidak dapat menjadi pihak yang berperkara dalam sengketa lembaga negara," jelas Bamsoet.

Dosen tetap Pascasarjana Program S3 Ilmu Hukum Universitas Borobudur tentang Pembaharuan Hukum Nasional dan Politik Hukum dan Kebijakan Publik ini menerangkan, empat kali amandemen juga menghilangkan Utusan Golongan dalam keanggotaan MPR RI. Padahal, keberadaan Utusan Golongan sudah ada sejak masa pemerintahan Presiden Soekarno. Untuk melaksanakan pembentukan MPRS sebagaimana diperintahkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959, pada 22 Juli 1959 Presiden Soekarno mengeluarkan Penetapan Presiden Nomor 2 Tahun 1959 yang mengatur pembentukan MPRS, yang pada saat itu terdiri atas anggota DPR Gotong Royong ditambah dengan utusan-utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan. Keberadaan Utusan Golongan juga tetap eksis pada masa pemerintahan Presiden Soeharto.

Keberadaan utusan golongan pada saat itu terdiri dari 13 macam golongan. Antara lain Golongan Tani, Golongan Buruh/Pegawai Negeri, Golongan Pengusaha Nasional, Golongan Koperasi, Golongan Angkatan “45, Golongan Angkatan Bersenjata, Golongan Veteran, Golongan Alim Ulama, Golongan Pemuda, Golongan Wanita, Golongan Seniman, Golongan Wartawan, dan Golongan Cendekiawan/Pendidik. Pada saat Reformasi bergulir, keberadaan Utusan Golongan malah dihapuskan.

"Landasan pemikiran Presiden Soekarno sangat jelas dan tegas. Tidak boleh ada satupun elemen bangsa yang merasa ditinggalkan. Sehingga lembaga perwakilan pun harus merepresentasikan seluas-luasnya kepentingan rakyat. Lembaga perwakilan yang dimaksud adalah yang dapat mewakili rakyat, mewakili daerah, dan mewakili golongan," pungkas Bamsoet. 

(*) MM

Hakordia 2024, APDESI Kabupaten Bekasi Gelar Bimtek Bertajuk Peningkatan Kapasitas Barang Dan Pencegahan Tipikor

BANDUNG, MM - Di Hari Anti Korupsi Sedunia (Hakordia) di tahun 2024, Asosiasi Pemerintahan Desa Seluruh Indonesia (APDESI) Kabupaten Bekasi ...


NASIONAL


DAERAH